redaksipil – Keluarga Hasya Atallah Dwi Syafiera Putri, Ibunda dari Muhammad Hasya Atallah Saputra, mahasiswa Fisip Kampus Indonesia (UI) mengutarakan ada usaha damai yang diinisiasi oleh faksi kepolisian untuk menuntaskan kasus tubruk lari anaknya.
Hasya wafat diperhitungkan ditubruk bekas Kapolsek Cilincing AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022 kemarin. Tetapi terakhir Hasya sebagai korban yang diputuskan sebagai terdakwa oleh polisi.
Ira panggilan Dwi Syafiera Putri menjelaskan di awal Desember 2022, ia dan suaminya Adi diundang ke Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Pancoran, Jakarta Selatan. Undangan itu disebutkannya sebagai usaha damai di antara faksinya dengan Eko. Ira lalu ajak team kuasa hukum mereka.
Mereka selanjutnya dibawa ke sebuah ruang. Tetapi yang dikenankan masuk cuma Ira dan suaminya Adi, sementara team kausa hukumnya yang sejumlah 5 orang dilarang masuk.
“Kami dipisah di antara Bu Gita (kuasa hukumnya) dan kami berdua,” tutur Ira ke reporter di Universitas UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Dalam ruangan ada beberapa pejabat kepolisian. Di situ Ira dan suaminya akui berasa seperti disidang.
“Menurut saya yang rasakan peristiwa itu, kami terasanya disidang. Ada banyak pejabat polisi, minta maaf saya harus mengatakan itu, minta kami untuk berdamai,” bebernya.
Pada waktu itu salah satunya polisi berbicara ke mereka, jika status mereka kurang kuat.
“Sudah Bu damai saja, karena status anak Ibu benar-benar kurang kuat,” kata Ira tirukan perkataan polisi itu.
Dengar hal tersebut, Ira menanyakan pengucapan dari polisi itu. Ia kebingungan mendadak disuruh untuk berdamai dengan faksi tersangka aktor.

“Status anak saya wafat, mengapa menjadi yang kurang kuat. Bagaimana dengan sang aktor yang nabrak ini. Mereka, saya sich tidak ngomong diancam ya, tetapi saya ngomong seperti disidang kami berdua,” katanya.
Ira akui pada waktu itu hatinya remuk, ia lalu pilih keluar. Tetapi ia usaha tidak untuk teteskan air matanya di depan beberapa pejabat polisi itu.
“Saya telah ingin nangis tetapi saya ngomong dalam hati saya, jangan sampai mengeluarkan setetes air mata juga di muka beberapa petinggi-petinggi polisi ini,” katanya dengan terisak.
Sesudah keluar ruang itu, Ira lalu menjumpai salah satunya kuasa hukumnya, Gita Paulina.
“Saya duduk di pangkuan Bu Gita. Saya nangis, saya hanya ngomong, ‘Mbak saya tidak kuat.’ Alhamdulillah mereka mengetahui kode saya,” katanya.
Team kuasa hukumnya selanjutnya masuk ke ruang itu. Di situ terjadi pembicaraan di antara advokat dan kepolisian.
Ira memperjelas, pada waktu itu dan sampai saat ini tidak pernah tebersit dibenaknya untuk berdamai dengan Eko. Ia ingin kejadian kematiannya Hasya dilacak sampai habis dan mereka mendapat keadilan.
“Apa saja perantaraan yang mereka usulkan akan kami tolak. Berapa saja kesempatan yang ia usulkan akan kami tolak. Kami tetap maju,” tegasnya.
Hasya jadi Terdakwa
Hasya jadi polisi sebagai terdakwa dijumpai berdasar pengakuan team kuasa hukumnya, Indira Rezkisari. Ia menyebutkan mereka terima Surat Pernyataan Perubahan Hasil Penyidikan atau SP2HP berkaitan kasus Kecelakaan Lalu Lintasi No. B/42/I/2023/LLJS ini di tanggal 16 Januari 2023.
“Didalamnya disertakan Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan (SP3) No. B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023. SP3 karena team kuasa hukum mendapatkan info LP 585 disetop. Argumennya, Hasya yang diputuskan sebagai terdakwa telah wafat,” kata Indira ke reporter, Kamis (27/1).
Indira menerangkan jika penentuan terdakwa Hasya ini mengarah laporan type A atau laporan yang dibikin oleh anggota Unit Lalu Lintasi (Satlantas) Polres Metro Jakarta Selatan.
“LP 585 dibikin atas ide polisi yakni Nomor: LP/A/585/X/2022/SPKT SATLANTAS POLRES METRO Jakarta Selatan tanggal 7 Oktober 2022. Ini LP sesudah Hasya kecelakaan,” bebernya.
Urutan Kecelakaan Versus Keluarga
Adi Syaputra, ayah dari Hasya sempat menerangkan urutan kecelakaan yang menerpa anaknya sampai meninggal di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.
Adi menjelaskan waktu itu pada 6 Oktober 2022 anaknya barusan pulang dari aktivitas universitas ke arah kamar kosnya. Saat diperjalanan, korban jatuh karena ada orang yang seberang jalan secara mendadak.
“Mendadak ada yang lewat, automatis ngerem tiba-tiba. Nach itu terus kaya goyang getho karena rem tiba-tiba. Nach terus jatuh ke kanan,” sebut Adi saat dikontak, Jumat (25/11/2022).
Dari arah bersimpangan, mobil Pajero yang dikendarai oleh Eko lantas menubruk dan menggilas korban yang jatuh di jalan. Adi menjelaskan anaknya tidak berkendaraan secara kebut-kebutan karena sepeda motor korban cuma sedikit alami kerusakan.
“Ada mobil dari depan dalam perhitungan sepersekian detik. Status tidak begitu lamban dan kuat, ya sedanglah. Kami dapat ngomong begitu karena motornya juga sekarang ini cuma pecah kaca spion, tidak ada lecet dan baret,” terang Adi.
Selesai menubruk korban, Eko disebutkan stop di lokasi kecelakaan tetapi menampik membantu korban. “Orangnya ada kok, diminta membawa ke rumah sakit ia tidak mau,” tutur Adi.
Seseorang rekan korban waktu itu telah coba minta bantuan ke Eko. Akhirnya, korban juga tergeletak dengan keadaan berdarah di tepi jalan.
“Stop dimintan tolong sama rekan-rekan mendiang untuk bawa ke rumah sakit ia tidak mau. Sempat tergeletak anak saya 20-30 menit di tepi jalan,” narasi Adi.
Urutan Versus Polisi
Kasat Lalu Polres Metro Jakarta Selatan Kompol Joko Sutriono saat diverifikasi, Sabtu (26/11/2022) lalu menyebutkan bekas Kapolsek Cilincing AKBP (purn) Eko Setia Budi Wahono tidak menubruk Hasya.
“Bukan penabrak, bukan terlindas,” katanya.
Ia ngomong mahasiswa UI itu malah akan menyerobot lajur yang dilalui Eko karena menghindar kubangan air. Waktu itu, korban diperhitungkan tidak dapat mengontrol kendarannya lalu jatuh.
“Malah justru sang motor mengambil lajur ke kanan. Sebetulnya motor itu menghindar air jadi ngerem tiba-tiba. Ngerem tiba-tiba oleng jatuh motornya ke kiri, orangnya cocok terkena Pajero melalui,” claim Joko.
“Bersamaan dengan tubuh ia terkena mobil cocok melalui sang Pajero,” paparnya.